Jumat, 24 Juli 2009

opini enzy

Memilih Penguasa
Setelah penyelenggaraan pilleg pada bulan April lalu, kita akan menjelang pemilihan presiden pada 8 Juni 2009. Dalam islam pemilihan ini termasuk dalam pasal pengangkatan kepala Negara. Konteks hukumnya termasuk dalam dua hal: person dan system. Dalam konteks person islam menetapkan bahwa pengangkatan kepala Negara harusah memenuhi syarat diantaranya: 1. Muslim, 2. Baligh, 3. Berakal, 4. Laki-laki, 5. Merdeka, 6. Adil dan tidak fasik, 7. Mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala Negara. Sedang dalam konteks system seorang kepala Negara yang terpilih wajib melaksanakan syariah islam, karena dalam islam tugas utama kepala Negara adalah menjalankan syariah islam.
Jika kita melihat ketiga pasang kandidat yang maju dalam pilpers kali ini, mereka adalah pengemban ideology sekulerisme. Ini terlihat dari visi-misi mereka yang tidak sedikitpun ingin menerapkan syariah islam. Sebagaimana kita ketahui sekularisme adalah ideology yang memisahkan agama dengan kehidupan. Dalam sekularisme yamg berdaulat adalah rakyat. Seorang kepala Negara yang terpilih dalam pemilu wajib menerapkan UU yang telah dibuat oleh rakyat, melalui para wakilnya yang duduk di DPR. Akan tetapi ini hanyalah teori pada kenyataannya yang berdaulat adalah pemilik modal. Berangkat dari fakta mahalnya kontribusi yang harus dikeluarkan untuk berpartisipasi dalam pemilu. Dari data yang dikeluarkan oleh KPU, biaya yang harus dikeluarkan pada pemilu kali ini sebesar 48 triliun. Ini belim termasuk biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap peserta pemilu. Dari pengalaman saat pilleg kemaren, setiap calon legislative ‘di wajibkan’ membayar Rp 200-300 juta “kursi jadi” dengan nomor urut satu dan dua. Sedangkan untuk calon anggota DPR harus menyerahkan setoran uang sebesar 400 juta. Setiap caleg juga diharuskan membayar biaya administrasi Rp 16 juta, untuk mengganti biaya administrasi, (kabarindonesia.com, 7/10/2008). Semua biaya ini belum termasuk biaya kampanye yang harus ditanggung peserta pemilu, tentunya biaya untuk kampanye jauh lebih besar dari biaya pemilu sendiri. Dari sinilalah peserta pemilu/politisi membutuhkan dana segar dari pihak lain, yakni para pemilik modal. Lobi-lobipun dilakukan sampai tercipta kesepakatan antara mereka. Kelak jika calon penguasa ini berhasil memenangkan pemilu, maka mereka akan menjalankan kesepakatan yang telah dibuat dengan para pengusaha saat menjelang pemilu. Karena itu wajar jika banyak UU yang dilandingkan penguasa lebih berpihak pada pengusaha ketimbang pada rakyat. UU itu seperti: UU Migas, UU penanaman Modal, UU BHP, UU SDA, UU parpol, UU kelistrikan, dll.
Dalam system islam letak kedaulatan itu ada pada Allah .SWT. para penguasa yang terpilih wajib menerapkan syariah islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Dengan syariah islam seorang kepala Negara menjalankan roda pemerintahan, dan mengurusi segala kebutuhan umat. Selain itu kepala Negara dalam system politik islam merupakan perwujudan dari kekuasaan ditangan rakyat guna melaksanakan kedaulatan syariah, bukan kedaulatan rakyat.
Oleh karena itu pada moment pilpres kali ini sudah seharusnya rakyat/umat memperhatikan beberapa hal berikut ini: 1. Memilih kepala Negara yang memenuhi syarat-syarat pengangkatan kepala Negara (seperti yang saya sebutkan diatas), 2.Bersedia mengubah system secular yang ada, dan melaksanakan syariah islam secara kaffah dan konsisten, 3. Memilih kepala Negara yang mampu menjamin kekuasaan atas negri ini tetap independen (merdeka), dan hanya bersandar pada kaum muslim dan negri-negri muslim. Bukan bergantung pada Negara Imperialis atau dibawah pengaruh orang-orang kafir. Sebab keterpurukan negri ini penyebabnya adalah karena para penguasa membebek pada asing dan Negara penjajah. Jika penguasa mau menerapkan syariah dan memilih menjadi Negara independen maka kebangkitan negri ini akan terwujud.
Wallahu a’lam bi showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar